Baaaah.. judulnya. GUE? Haruskah aku menggunakan gue-lo kali ini? Kayaknya nggak deh. Haha.

Oke, #Blogger’s Challenges kali ini sudah memasuki topik keenam belas. Topik posting-an ini datang dari mas Boy. Jujur aja, pas baca pengumuman mas Boy, aku langsung mendesah. Bukan keenakan atau kesusahan ya. Aku tahu aku ini orang yang bahagia, tapi kebahagiaan orang kan beda-beda. Dan bagiku, kebahagiaan itu sangat sederhana, terus gimana aku menuangkan semuanya jadi sebuah tips?

Tapi biarlah daku bercerita ngalur ngidul di blog personalku ini, wkwkwk. Aku akan bicara tentang bahagia, kebahagiaanku dan tips bahagia untukku sendiri dan mungkin para pembaca.


Seperti yang sudah kukatakan di atas, konsep kebahagiaan itu abstrak sekali. Dalam kehidupan sehari-hari aku sering tiba-tiba bertanya pada diriku sendiri terutama saat bercermin, “Bahagiakah aku?” Lalu, aku tersenyum, “Ya, aku bahagia. Aku suka hidupku yang seperti ini. Aku harus berusaha untuk tidak menuntut terlalu banyak. Punya impian itu hal yang indah, berusaha itu sangat penting, namun semua ini harus disyukuri, apapun itu.”


Kebahagiaan berasal dari luar atau dalam diri?

Mungkin banyak sekali teori tentang kebahagiaan di dunia ini. Eric Weiner, seorang wartawan Amerika Serikat bahkan melakukan riset kebahagiaan berdasarkan tempat-tempat yang mungkin mendatangkan kebahagiaan. Ia berkelana ke sepuluh negara, namun makna kebahagiaan itu terbukti berbeda-beda. Bisa dikatakan kebahagiaan itu sangat subjektif. Namun, dari penelitiannya tersebut, yang dituangkan dalam buku The Geography of Bliss, kebahagiaan memang bisa dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal. Misalnya saja, orang yang disiplin, tidak suka dikomentari, taat peraturan, menyukai kebebasan disertai tanggung jawab mungkin akan lebih senang jika hidup di negara Swiss, atau orang yang suka pamer, banyak bicara, ingin selalu ceria dan senang mengkritik bisa tinggal di Amerika Serikat dsb.

Berbeda dengan Eric, Adi W. Gunawan dalam bukunya Quitters Can Win menyatakan bahwa kebahagiaan itu sebagian besar datang dari diri sendiri. Memang benar kebahagiaan tiap orang berbeda-beda, itu semua tergantung value (nilai dan pandangan) yang dimiliki masing-masing individu. Kita tidak bisa memaksakan pandangan kita pada orang lain, ataupun orang lain menuntut value yang sama pada diri kita. Contohnya, ada yang sangat suka uang, jika hidupnya tidak disokong dengan finansial yang baik, ia bisa stres. Atau, seseorang yang terbiasa menyendiri dengan melakukan hobinya, jika dipaksa untuk bergaul dengan banyak orang dia justru tidak nyaman.

Aku percaya bahwa kebahagiaan itu berasal dari diri dan lingkungan kita. Kita tidak perlu jauh-jauh mencari pengalaman seperti apa yang mendatangkan kebahagiaan, kita hanya perlu bertanya pada diri sendiri dan menjawabnya dengan sejujur-jujurnya. Namun, aku tidak menampik bahwa lingkungan yang sesuai mampu menaikkan derajat kebahagiaan kita. Misalnya saja, aku suka membaca buku, namun aku akan lebih senang jika pergi ke tempat yang banyak buku-buku dengan seseorang yang juga suka buku. Atau aku bisa berdiskusi dengan orang yang membaca buku yang sama denganku. Aku suka menulis cerita dan pendapatku, namun aku lebih senang jika tulisanku dibaca dan dikomentari orang-orang serta aku bisa membaca tulisan orang lain juga. Ketika aku mencetuskan ide #Blogger’s Challenges dan mendapat sambutan hangat dari orang lain, kebahagiaan itu bertambah. Setiap kali topik dicetuskan, tantangan diselesaikan, interaksi  dan diskusi dilakukan, aku merasa sangat senang. Maka dari itu, untuk bisa bahagia kita harus mendefinisikan kebahagiaan kita sendiri dan berusaha untuk melakukan hal-hal yang membuat kita bahagia sesering mungkin.


Tips bahagia ala Wawa

  1. Beribadah, berzikir dan berdoa

Hal pertama yang membuat diri bahagia adalah saat kita merasa begitu dekat dengan Tuhan. Ketika kita bisa mencurahkan segala keluh kesah pada-Nya dan Dia mendengarkan dengan sangat sabar, memeluk diri yang sedang gelisah, menghapus kegalauan serta menenangkan hati yang bergejolak. Semua itu bisa kita lakukan dan rasakan saat beribadah dan berdoa pada-Nya.

Ketika aku SMP, aku pernah baca sebuah novel teenlit. Aku lupa kisahnya, siapa penulis ataupun judul novelnya, namun hanya satu hal yang kuingat, “Jika kamu merasa kesepian, itu artinya kamu sedang jauh dari Tuhan.” Kata itu sangat berkesan di hatiku. Jika aku mulai merasakan kegelisahan dan emosi negatif lain menggerogoti hati, aku langsung beristigfar dan merenungkan, “Apa yang kurang? Apa yang salah? Apa yang kulewatkan?”

  1. Selalu berusaha melakukan yang terbaik

Yak, ketika kita melakukan sesuatu dengan setengah hati, hasilnya pasti berbeda dengan yang sepenuh hati. Seandainya hasil luarnya tampak sama, namun kepuasan di hati pasti berbeda. Jika kita berhasil karena melakukan sesuatu dengan usaha penuh, kita akan merasakan kepuasaan, kesenangan tak terkira, dan jika kita gagal, kita tidak akan menyesal.

  1. Selalu bersyukur dan berpikir positif

Orang Indonesia punya kelebihan dalam hal ini. Selalu ada kata “Syukur” walaupun dihadapkan pada suatu yang mendebarkan atau mengerikan. Misalnya tugas kuliah ketinggalan, kita lantas berkata, “Syukur dosennya nggak datang, ya kan?” Selain itu, kita juga sering berpikir positif, misalnya saat kita mendengar teman kecelakaan, “Untung nggak parah. Istirahat ya, semoga cepat sembuh.”

Hehe, maksudku, jika kita bersyukur dan merenungkan apa yang terjadi, semua pasti punya hikmahnya. Memang saat merasakan cobaan itu rasanya sungguh luar biasa tak tertahankan, bahkan rasanya kadang ingin menghilang dari muka bumi ini. Namun, semua punya masanya sendiri, tak ada yang abadi, begitu juga dengan kesedihan. Hal yang perlu kita sadari adalah, apakah setelah mengalami cobaan atau ujian itu, kita bisa lebih bijaksana atau tidak? Jika ya, pertahankanlah, jika belum, berusahalah di ujian selanjutnya, hihi.

  1. Sayangi keluarga

Di dunia ini, satu-satunya tempatmu pulang adalah keluarga. Bagiku sendiri, jauh dari keluarga sering membuat hatiku risau. Saat kos di Medan, aku harus mendapat kabar orang tua, ntah  dengan sekedar sms atau telpon, bahkan sering setiap pagi aku mengirim sms pada mamakku dengan ucapan seperti: selamat pagi mamakku sayang, gimana kabarnya cinta?

  1. Bertemanlah dan selalu bersikap baik

Aku pernah menjadi orang yang sangat tertutup saat SMP. Apalagi aku anak tunggal yang setelah pulang sekolah harus mendekam di rumah. Dibatasi menonton TV. Aku mulai membaca buku-buku yang ada dan menulis cerita. Mungkin hal itu membuatku menjadi seorang INFJ. Walaupun aku lebih cenderung introvert, namun aku juga suka berteman. Berteman dan bertemu orang lain mampu membuat kita merasa lebih hidup. Dalam  berteman, terkadang kita tidak menyukai sikap seseorang (mungkin saja mereka menyakiti hati, menjadikan kita bahan ejekan) namun aku ingat pesan mamak, “Jangan nyakitin perasaan orang, selalu bersikap baik”.

  1. Jangan terlalu banyak bertanya “Kenapa?”

Konteks poin ini adalah mempertanyakan kehidupan kita sendiri.. “Kenapa” sering muncul saat kita membuat kesalahan atau ketika mendapat masalah atau tidak puas terhadap sesuatu. Pertanyaan ini sering berakhir pada rasa sesal dan benci. Ketika seseorang terlalu banyak bertanya “Kenapa?” artinya ia sedang lupa bersyukur. Setelah “Kenapa” umumnya kita akan mulai mengatakan “Seandainya saja” “Kalau aja” “Jika aku”. Hal-hal seperti itu akan membuat kita tidak nyaman dengan diri sendiri.

  1. Lakukan hal yang disukai

Aku spesifikkan menjadi kegiatan ataupun hobi yang disukai ya! Setiap orang punya kesukaan yang berbeda. Ada orang yang perlu traveling jika sedang suntuk. Ada yang suka makan dan melakukan wisata kuliner. Kalo aku sendiri lebih suka baca buku, menghayal cerita baru, menonton film, menulis di blog, ke perpustakaan, ke toko buku atau  ketemu sahabat.

  1. Hindari hal-hal negatif

Hal ini bisa dalam bentuk psikis maupun fisik. Psikis misalnya berpikir buruk, merasakan cemas berlebihan, iri, benci, marah, curiga, dsb.  Fisik seperti merokok, kebut-kebutan di jalan raya, minum-minuman keras, dsb. Percayalah bahwa setiap hal buruk tak akan membawa kebaikan.

  1. Menangislah jika sedih

Mungkin bagi banyak orang menangis itu adalah bukti dirinya lemah, namun ketahuilah dengan menangis, perasaan kita bisa lebih tenang. Hal ini bisa dijelaskan secara biologi, lho! Ketika kita menangis, hormon-hormon berlebihan yang terproduksi saat kita merasa buruk, akan keluar bersama air mata sehingga kita bisa menjadi lebih relaks setelah menangis.

  1. Jangan berharap pada manusia

Berharap pada manusia adalah awal dari kekecewaan. Untuk itu, kurangilah perasaan berharap pada manusia. Gantungkan harapan hanya pada Tuhan saja karena Dia yang paling memahami kita.

Yak, itulah 10 hal yang bisa kukatakan dalam posting-an ini. Mungkin masih ada beberapa tips lagi, namun aku belum bisa mengoreknya. Aku menuliskannya bukan bermaksud sok atau lebay, karena aku sendiri merasa perlu mencatat dan mengingatkan diriku, terutama saat aku down. Hal-hal di atas kudapatkan dari perenungan diri, diskusi dengan orang tua dan pengamatan pada lingkungan sekitar.


Aku mau mengucapkan terima kasih pada mas Boy karena sudah membuatku memikirkan hal ini dengan mendalam, hihi.

Terima kasih sudah membaca. Gimana dengan kebahagiaanmu sendiri? Silakan share tipsmu!

Oh ya, aku punya beberapa quotes nih, tiba-tiba terlintas aja, wkwkwk.

“Bahagia itu amat sederhana. Hanya dirimu yang tahu apa yang membuatmu bahagia.”

“Tak bisa hanya dirimu saja yang bahagia, kau perlu melihat orang lain bahagia.”

“Kebahagiaan itu memberi dan terus memberi.”