Hai guys!

Pada posting-an kali ini aku akan memberitahu dua cara agar anak bisa bangun pagi. Bangun pagi di sini aku spesifikkan menjadi bangun subuh ya. Artinya sekitar pukul 05.00 WIB. 

Bangun pagi untuk salat subuh itu susah, yaa?

Banyak orang bakal bilang ya, apalagi kalo pagi itu sedang nggak ada kerjaan mendesak. Di situ enak-enaknya mimpi, eh, musti bangun, bagi yang muslim, ambil wudu (kena dinginnya air) lalu salat. 

Tapi, ingat! Salat subuh itu urusan yang sangat mendesak bagi seorang muslim dan waktu salat subuh itu terbilang singkat. Jadi, seberat apapun mata untuk membuka, tetap harus dipaksakan bangun.

Dulu, aku juga kesulitan untuk bangun pagi agar bisa salat subuh. Bangun tidur itu masalah disiplin. Disiplin berkaitan dengan kebiasaan, untuk itu kita perlu berlatih berulang kali agar terbiasa. 

Ini dia dua cara yang aku dan orang tuaku lakukan untuk membiasakan bangun pagi:

1. Orang tua selalu membangunkan anak untuk salat subuh berjamaah sejak kecil

Harus! Ya, harus!

Jika orang tua pengen anaknya salat subuh, maka mereka harus mencontohkan dengan baik. Orang tua harus bangun terlebih dahulu, mengambil wudu, berpenampilan rapi untuk salat lalu membangunkan anaknya. Jika waktu subuh misalnya 05.05 WIB, maka orang tua setidaknya bangun pukul 04.45 WIB dan membangunkan anak 5 menit sebelum azan. Kasusnya kalo orang tua nggak tahajud ya.

Setelah orang tua rapi, ia pun bergegas membangunkan anaknya. Bangunkan anak dengan rayuan, kecupan-kecupan manis di pipi jika anak masih kecil. Namun, bisa juga memakai suara yang agak tinggi dan mendesak jika anak malas-malasan. 

Pernyataan ini kutuliskan berdasarkan pengalamanku sendiri dan teman-temanku.

Sejak kecil (sepertinya belum masuk TK), mamak dan alm. ayah sepakat untuk membiasakanku bangun pagi dan ikut salat walaupun aku belum tau bacaan salat. Jadi, sebelum azan tiba, mereka sudah segar. Mereka membangunkanku. Awalnya mamak. Mamak datang ke kamar, mencium-cium pipiku, membangunkanku dengan suara lembut sampai aku tersadar. Sebentar-sebentar mamak mengecekku untuk bangun. Namun, jika 5 menit sebelum azan aku belum bangun juga, maka ayah turun tangan.

“WAHIDAH, BANGUN!!” 

Jika sudah mendengar suara ayah yang menggelegar, biasanya aku refleks bangkit dari tempat tidur, hahahhaha. 

Ayah nggak bakal diam sebelum aku benar-benar bangkit ambil wudu. 

Saat azan, mereka salat sunah dulu. Di situ kesempatanku memakai mukenah. Setelah aku dan mamakku berdiri di belakang beliau, ayahpun ikamah dan memulai salatnya. Mengimami kami. 

Dulu, aku sering bandel dan protes. Aku bahkan pernah nangis-nangis nggak mau bangun atau merepet-repet.

“Masih ngantuk, ayah. Nanti aja ya.”

“Salat dulu, nanti sambung lagi tidurnya.” Ayah menjawab dengan tegas.

“Yah, kalo udah kena air, nggak enak lagi tidur nanti.”

“Ayo, ayo bangun. Cepat!”

Orang tua memang harus “keras” dan konsisten perihal salat ini. Harus menjadi contoh nyata bagi anaknya, karena anak sukanya ngeles, wkwkkwk.

Bertahun-tahun kebiasaan itu dibangun di rumah. Hasilnya sangat mengejutkan! 

Saat pertama kali ngekos di Medan untuk kuliah. Aku menempati kamar untuk satu orang saja. Sekitar pukul 5 pagi, ntah kenapa tiba-tiba aku terbangun. Tak lama kudengar azan berkumandang. Lalu, hpku berbunyi, alarm. Tak lama, mamak menelepon untuk memastikan aku bangun. 

Aku memang tidak men-silent hp. 

Setelah sebulan seperti itu (bangun dengan sendirinya), aku merasa benar-benar bersyukur atas kebiasaan yang sudah ditanamkan orang tuaku sejak dulu. 

Orang tuaku pun tak lupa untuk menelpon atau mengsms diriku untuk membangunkan. 

Jika sms nggak dibalas, ayah dan mamak nggak bakal berhenti nelpon sebelum aku angkat. 

Kemudian, aku bertemu orang-orang lain yang bisa dikatakan agak sulit bangun. Tanpa mereka sadari, aku bertanya kebiasaan mereka di rumah, ternyata, banyak memang yang tidak dibiasakan untuk bangun ketika azan subuh. 

Ada juga yang orang tuanya memang membangunkan, namun jika anaknya tak bergerak, dibiarkan. Maka, setelah dewasa, agak sulit untuk bangun salat subuh kecuali si anak memiliki kesadaran tinggi untuk bangun dan salat.

Jadi, kata kuncinya adalah: orang tua, bangun pagi, salat berjamaah, tepat waktu. 


2. Menghidupkan alarm dengan nada tertentu dan selalu mensugesti diri untuk langsung bangun setelah mendengar alarm tersebut berbunyi dan bergegas ambil wudu. 

Perhatikan baik-baik kalimat di atas ya. 

Tentukan waktu yang diinginkan dan nada alarm yang sekiranya bikin sebal (panjangnya satu album) jika didengarkan terlalu lama saat tidur. Aktifkan volume paling tinggi. Pada kasus sugesti dan konsentrasi tinggi, volume kecilpun sudah cukup untuk membangunkan.

Sugestikan diri untuk langsung bangun saat mendengarkan alarm tersebut. Jangan menunda-nunda. 

Paksa diri untuk bangkit dari tempat tidur dan langsung ke kamar mandi untuk cuci muka.

Ini kulakukan sejak hari pertama ngekos. Walau aku sudah dibiasakan untuk bangun saat subuh, aku masih meragukan diriku terutama jika aku kelelahan. Jadi, aku menghidupkan alarm. Hp diletakkan di tempat yang agak jauh dari tempat tidur (menghindari radiasi) namun bisa menggaungkan suara alarm dengan maksimal. 

Sebelum tidur, setelah berdoa, aku berpikir, “Kalo alarm bunyi harus langsung bangun, jangan ditunda.”

Rupanya, memang benar. Kelelahan itu membuat alarm tubuhku kadang tidak berfungsi otomatis. 

Saat itulah alarm hp memainkan perannya. 

Ketika alarm berbunyi, saaapppp, aku langsung terbangun. Menggapai alarm, mematikannya dan langsung bangkit walau masih sangat ngantuk.

Kenapa harus langsung bangkit?

Itu bertujuan agar kita tidak sepele terhadap komitmen yang dibuat. Jika kita menunda-nunda, maka lama kelamaan tubuh akan selalu berespon seperti itu. Akhirnya, nggak jadi bangun deh. 

Pernyataanku ini didukung dengan pengalaman teman yang biasa membuat alarm namun mengabaikannya.

Saat PPL, ada seorang cowok yang selalu menghidupkan rentetan alarm dengan nada menyebalkan tak henti-henti. 04.45, 05.00, 05.15, 05.30, 05.45 hingga setengah 7 pagi. Tak tanggung-tanggung, dua hp diaktifkan alarmnya.

Aku yang sedang masak di dapur merasa kesal. Jadi, aku datang, mematikan alarm hp dan membangunkannya. Tapi, hanya direspon dengan gumaman. 

Saat siang, aku protes padanya. 

“Abang ini ntah apa pasang alarm banyak-banyak. Bukan bangunpun dia walaupun udah dibangunkan juga.”

“Apalah daya dek, niatnya biar bisa bangun subuh.”

Aku terdiam. 

“Ya kalo mau salat subuh, harus bangunlah bang saat dengar alarm itu. Atau saat Wawa bangunkan.”

“Itulah payah kali badan ini.”

Memang cowok itu sering bergadang hingga pukul 3 pagi. Alhasil, saat subuh dia ngantuk sekali dan nggak bisa bangun. Namun, akar masalah sebenarnya terletak pada kebiasaannya. 

Kebiasaan jarang bangun subuh dan kebiasaan mengabaikan alarm walaupun memasangnya. 

Setelah percakapan tersebut, aku sadar bahwa sugesti dan komitmen pada diri sendiri itu teramat penting. 

Sugesti semisal, aku susah tidurlah, kayaknya insomnia, nggak bisa tidur sebelum pukul 1 malam, membuat otak memproses perintah tersebut dan merealisasikannya dalam bentuk perbuatan. Namun, jika kita sugesti positif, misalnya, aku gampang tidur. Sekitar jam 9 malam aku akan tertidur dan bangun pukul 5 pagi dengan badan segar. Maka, hal tersebut bisa benar-benar terjadi. 

Dr. Ibrahim Elfiky dalam bukunya Terapi Berpikir Positif pun menekankan bagaimana pikiran membentuk sugesti dan persepsi lalu pikiran mempengaruhi perbuatan. 

Ah, pokoknya seperti itu. 

Oh ya, jangan lupa berdoa pada Tuhan supaya dimudahkan untuk bangun ya. 

Jadi, kata kuncinya, buat alarm, sugesti diri, segera bangun. 

#

Oke, jadi inti posting-an ini sudah jelas ya dua poin di atas. Satu usaha dari orang tua dan satu lagi dari sang anak itu sendiri. 

Aku menulis ini sebagai catatan untuk diri supaya nantinya jika jadi orang tua akan berusaha untuk melakukan hal ini juga. 

Menulis untuk menolak lupa.

Terimakasih sudah membaca 😊

Kamu punya cara lain untuk bangun pagi? Yuk, share di kolom komentar.