Hai..hai..

Ntah kenapa aku kepikiran untuk membuat cerita selama liburan kuliah semester 7 ini. Idenya bener-bener masih murni banget hasil pengalaman PPL. Hahaha. Walaupun aku PPL-nya di SMP tapi kali ini aku bakal buat tulisan tentang masa SMA.

Mungkin tulisannya random, tapi aku serius memasukkan ide bahasa Inggris ke dalamnya.

*

Bel istirahat telah berakhir. Setelah mengisi perut dengan beragam jajanan akupun kembali ke kelas. Sepanjang perjalanan aku terus menegur kakak-kakak kelas yang beberapa hari lalu mengorientasi kami.

“Pagi, kak.”

Beberapa dari mereka merespon dengan baik namun kebanyakan hanya tersenyum saja.

“Wah..wah.. Arinda sekarang telah berubah.” Siska, temanku sejak SMP mulai mencemooh.

“Beuh, kamu nggak tau sih gimana rasanya di ruang merah. End.” Aku meletakkan tanganku di leher lalu menirukan orang mati karena digantung.

“Haha. Ya kamu juga, bukannya baik-baik di depan senior, eh malah melawan.”

“Makanya aku belajar dari pengalaman kemarin. Jangan sampe aku di-bully di SMA ini. Ihhh.”

“Cie, yang tukang bully takut di-bully ni ye.”

“Ya dong. Eh, buruan yuk ntar telat masuk kelas ditandai guru pula.”
Kami masuk ke kelas lalu duduk di bangku.

“Pelajaran apa nih selanjutnya?”

“Bahasa Inggris.” Siska membuka daftar mata pelajaran.

“Ada gosip apa tentang gurunya?”

“Nggak tau, katanya sih guru baru. Baru ngajar tahun ini, zaman abangku dia belum ada.”

“Oo..gitu..”

Siska adalah temanku sejak SMP, dan dia lah yang merekomendasikanku untuk memilih sekolah ini karena abangnya merupakan alumni dari sekolah kami. Sebelumnya dia sering memberikan tips-tips tentang sekolah namun aku mengabaikannya. Terakhir kali, aku terjebak di ruang merah, ruang tempat penyiksaan mental, karena aku tidak mendengarkan sarannya untuk sedikit lebih sopan pada senior dan menyapa mereka saat berjumpa. Aku nggak mau berakhir seperti itu lagi.

Terdengar suara sepatu hak mendekati ruang kelas kami. Mata kami melirik ke arah jendela. Tampak seorang perempuan muda berhenti tepat di depan pintu. Dia tampak menarik nafas lalu melangkah masuk. Langsung berdiri di tengah-tengah kelas.

“Good morning, students.!” Sapanya dengan suara nyaring.

Untuk sejenak kami terkejut, tidak menyangka dengan aura yang ia keluarkan.

“Good morning, Ma’am.”

“Miss, you can use miss, because I’m still single.”

“Woaa, cinca (benarkah)?” Siska mengguitku namun aku acuh saja.

“Okay, allow me to introduce myself. My name is Winda Arisa, but you can call me Miss Winda for short. My major is english education as you know. I think I will be your english teacher in this year.”

“Miss, pake bahasa Indonesia laa.” Celetuk seseorang dari bangku belakang.

“What do you say? I don’t understand your language.”

Bah. Aku geleng kepala. Gila kali ini guru. Dia kira semua orang ngerti bahasa Inggris.

“Miss, can we use Indonesian language?”

“No, we can’t.”

“Miss.”

“If we don’t use english, so why we learn it?”

“Miss..”

Dia menatap kami satu persatu.

“Okay, we will mix between Indonesia and english. Do you agree?”

“Yes, we do.”

“Well, do you prepare a book for english?” Dia berkata seperti itu sambil meletakkan buku dan kotak pensil di atas mejanya.

“No.. yes..”

“Would you like to show me that book?”

Kami mengangkat buku tersebut agar dia dapat melihat.

“Okay, as we know that today is our first day. I have to tell you some rules in my class. Did you get it?”

Kami mengangguk.

“I want you to write in your first page. The first one is do not come late.” Dia menuliskan peraturan pertama di papan tulis menggunakan spidol merah. Bah, bahkan spidol pun dia persiapkan sendiri.

“Artinya kalian jangan sampai terlambat masuk ke kelas. Karena jam pelajaran kita setelah istirahat, saya akan masuk 5 menit setelah bel. 5 menit itu kalian gunakan untuk melakukan apapun yang perlu dilakukan keluar. Setelah masuk, nggak ada alasan untuk keluar dari kelas. Ngerti?”

“Kenapa gitu miss?” Reyhan, sang ketua kelas bertanya.

“Karena saya datang untuk kalian, masa kalian pergi ninggalin saya. Saya nggak suka ditinggalin. ”

“Cieeeee..”

“The second one is you must prepare one thick book for english and some color pens.”

“Mungkin selama ini kalian biasa punya dua buku, satu untuk catatan dan satu lagi untuk latihan. Namun saya rasa lebih efektif hanya satu buku saja. Dan juga, tiap orang harus punya pulpen warna-warni. Kenapa harus? Karena saya suka keindahan jadi saya mau catatan kalian rapi dan cantik. Oh ya, saya akan memeriksa buku kalian tiap akhir bulan, jadi lengkapi catatan kalian sebelum waktunya. Itu termasuk penilaian juga.”

“The third is do the task. If you don’t understand, ask me wherever I am.”

“The fourth is reread your notes at home. Learn everything about english and we can discuss it.”
Bah. Banyak kali aturannya.

“Oke, mungkin 4 dulu aturan yang saya kasih. Kemudian, mengenai nilai, saya suka transparansi, jadi halaman kedua buku kalian silakan kalian catat semua hasil nilai selama belajar dengan saya. Jadi, kalian bisa hitung nilai kalian sendiri. Kalo buku kalian hilang, hilanglah nilai kalian.”

Grrrrr. Kupandangi buku catatanku, baru kali ini sebelum mulai belajar aku sudah menghargai bukuku.

“Karena ini hari pertama, kita nggak usah belajar yang serius ya. Santai aja. Pengenalan.”

“Yeeeeey.”

“Karena saya sudah mengenalkan diri, sekarang saya ingin mengenal kalian. Pakai bahasa Inggris.”

“Yaaah..”

“Kalian udah belajar greeting dan introduction kan pas SMP. Jadi, silakan menggunakan sapaan dalam situasi formal. Kemudian, untuk memperkenalkan diri kalian bisa menggunakan…” dia membuka spidol lalu menulis di papan tulis, “Let me introduce my self. Allow me to introduce… I would like to tell you… dan jangan lupa ucapkan penutup seperti nice to meet you, glad to meet you. Get it?”

Aku mendengar beberapa desahan nafas lega ketika dia menuliskan contoh-contoh di depan. Aku langsung mencatat yang dia tulis di buku catatanku, nanti malam akan kucatat ulang di buku yang rapi.

“Good morning, pals. I would like to introduce myself. I am Arinda Putri. I like reading and listening music. Nice to meet you.”

Satu jam kami menghabiskan waktu dengan mendengarkan tiap-tiap siswa memperkenalkan diri. Sebenarnya bosan juga sih tapi yang bikin seru adalah Ms. Winda selalu mendengarkan tiap kata yang kami ucapkan. Lalu mengoreksi cara pengucapan kami. Belum lagi, dia tiba-tiba menunjuk salah seorang untuk menilai ucapan teman yang lain. Jadi, kami harus benar-benar menaruh perhatian terhadap kawan.

“Well, I hope you will help me to remember you. The next is…” dia mengambil spidol hitam dan menulis di papan tulis, “Why we should learn english?”

Kenapa kita harus belajar bahasa Inggris? Ya, karena UN ada bahasa Inggrisnya. Ya kan?

“Nah, ini tugas kalian untuk hari kamis ya. Kalian harus tulis 10 alasan kenapa harus belajar bahasa Inggris. Minggu depan saya akan dengarkan alasan kalian. Nggak boleh klise. Harus kreatif.”

“Kreatif gimana maksudnya miss?” pertanyaan itu begitu saja keluar dari mulutku. Aduh.

“Contohnya ya. Kegunaan pensil. Coba siapa yang bisa kasi tau saya kegunaan pensil?”

“Untuk menulis, miss.”

“Lalu?”

“Untuk mencongkel.”

“Untuk ganjal pintu, miss.”

“Untuk tusuk sate.”

“Untuk tusuk konde.”

“Untuk pembatas buku.”

“Untuk ngupil.”

“Untuk korek kuping.”

“Ihhhhhhhh..” Keadaan mulai ribut.

“Untuk ngelempar anjing.”

“Hahahhaha.”

“Untuk ngorek tanah.”

“Untuk penyangga tanaman.”

“Banyak kan kegunaannya? Kalau kalian hanya berfikir pensil sebagai alat tulis, semua orang juga bisa memikirkan hal itu. It’s a common. Tapi, kalau kalian bisa menggunakan pensil untuk ngupil, itu baru kreatif. Jadi, saya mau kalian berfikir sesuatu yang nggak biasa, namun masih mungkin dijadikan alasan kenapa belajar bahasa Inggris.” Miss Winda tersenyum padaku.

“Well, I think that’s enough for today. See you.”

Ketika beliau mengangkat buku dari meja, bel pergantian pelajaran pun berbunyi. Wah, sepertinya kelas bahasa Inggris bakal ribet nih.

*

Terimakasih sudah membaca 😊

Jangan lupa untuk like, comment, bookmark dan share ya..